Seorang ibu yang datang ingin memeriksakan kehamilan atau yang mengeluh tentang kehamilannya, sebagai seorang petugas medis yang baik dan tanpa bermaksud menyinggung pasien maka kami berhak bertanya ” apakah memang mereka merencanakan kehamilan itu apa tidak sebelumnya?, apakah memang sengaja tidak memakai alat kontrasepsi dan sebagainya “.
Pertanyaan ini dimaksudkan agar kami tahu gambaran psikis ibu terhadap kehamilannya. Kami sangat ingin mendengar dari si ibu bahwa kehamilannya memang direncanakan dan sangat diharapkannya. Karena jawaban demikian tentu saja meringankan sedikit pekerjaan kami. Namun jika ia menjawab bahwa sebenarnya kehamilan itu tak direncanakan maka satu tugas yang tak boleh terlupakan adalah agar si ibu harus belajar menerima kehamilannya dengan hati tulus. Karena dengan penerimaan tulus itu akan menjauhkan efek-efek negatif terhadap dirinya sendiri maupun terhadap janin dalam kandungannya. Senantiasa memberikan respons baik, dorongan semangat dan sugesti sehingga ibu yang sedang hamil akan terhindar dari kecemasan dan rasa penolakan.
Kata-kata seperti ” wah, bayinya sehat bu….dengar detak jantungnya ” atau ” Lihat bu, gerakannya aktif janinnya sehat “, ” janinnya lagi hisap jari tuh bu “. Kedengarannya sangat menggembirakan bukan?. Ketika kalimat ini dilontarkan dengan senyum takjub sang ibu biasanya akan keluar dengan wajah berbinar dan sumringah. Rasanya amat senang bisa menyenangkan hati orang lain lewat ucapan yang bersemangat seperti itu. Kebahagiaan dan suka cita itu bisa menular dengan ajaib, anda percaya?, kalau iya lakukanlah.
Namun ada hal yang dengan sangat berat hati mau gak mau terpaksa disampaikan. Pengalaman beberapa bulan lalu, seorang ibu yang mengaku ingin cek kehamilan setelah telad haid 5 bulan dengan sangat menyesal saya katakan bahwa ia tidak hamil. Anda bayangkan bagaimana perasaan si ibu yang membawa asanya dari rumah ingin mendengarkan banyak hal baik dari mulut kami berkenaan dengan keberadaan janin yang dirasakan kehadirannya di dalam rahimnya namun dikatakan bahwa ia tidak hamil, ia mengalami kehamilan palsu yang istilah medisnya adalah Pseudosiesis.
Berat sebenarnya harus menyampaikan hal demikian, namun tugas kami adalah memberikan kebenaran bukan menggantung-gantungkan harapan kosong. Ia sudah lima bulan tidak haid, dan setelah ke dukun kampung katanya ia hamil. Karena si ibu sangat menginginkan kehamilan dan menunggu-nunggu bertahun-tahun tentu saja ia sangat bahagia. Apalagi ia mengalami hampir semua tanda-tanda kehamilan seperti yang pernah dialaminya saat mengandung anak pertamanya 12 tahun lalu. Bisa diperkirakan kebahagian yang tak terhingga menyelimutinya dan juga keluarganya selama beberapa bulan ini.
Selain telad haid ia mengalami mual, muntah, payudara membesar, dan perut membesar. Namun ketika diperiksa ternyata semua keluhannya tak mendukung bahwa ia sedang hamil. Hal ini disebabkan karena kondisi psikisnya yang sangat-sangat ingin hamil bisa memicu kelenjar di dalam otak untuk menghasilkan hormon kehamilan, yaitu hormon oxytocin dan prolaktin. Dengan aktivitas hormon tersebut maka akan mempengaruhi perubahan fisik si ibu seperti perut membuncit, dan payudara mengeras . Setiap perubahan kecil pada dirinya dianggap pula sebagai suatu tanda kehamilan. Gerakan usus dirasakan sebagai gerakan janin, lemak perut dirasakan sebagai pembesaran perut oleh janin dan sebagainya.
Pertanyaan ini dimaksudkan agar kami tahu gambaran psikis ibu terhadap kehamilannya. Kami sangat ingin mendengar dari si ibu bahwa kehamilannya memang direncanakan dan sangat diharapkannya. Karena jawaban demikian tentu saja meringankan sedikit pekerjaan kami. Namun jika ia menjawab bahwa sebenarnya kehamilan itu tak direncanakan maka satu tugas yang tak boleh terlupakan adalah agar si ibu harus belajar menerima kehamilannya dengan hati tulus. Karena dengan penerimaan tulus itu akan menjauhkan efek-efek negatif terhadap dirinya sendiri maupun terhadap janin dalam kandungannya. Senantiasa memberikan respons baik, dorongan semangat dan sugesti sehingga ibu yang sedang hamil akan terhindar dari kecemasan dan rasa penolakan.
Kata-kata seperti ” wah, bayinya sehat bu….dengar detak jantungnya ” atau ” Lihat bu, gerakannya aktif janinnya sehat “, ” janinnya lagi hisap jari tuh bu “. Kedengarannya sangat menggembirakan bukan?. Ketika kalimat ini dilontarkan dengan senyum takjub sang ibu biasanya akan keluar dengan wajah berbinar dan sumringah. Rasanya amat senang bisa menyenangkan hati orang lain lewat ucapan yang bersemangat seperti itu. Kebahagiaan dan suka cita itu bisa menular dengan ajaib, anda percaya?, kalau iya lakukanlah.
Namun ada hal yang dengan sangat berat hati mau gak mau terpaksa disampaikan. Pengalaman beberapa bulan lalu, seorang ibu yang mengaku ingin cek kehamilan setelah telad haid 5 bulan dengan sangat menyesal saya katakan bahwa ia tidak hamil. Anda bayangkan bagaimana perasaan si ibu yang membawa asanya dari rumah ingin mendengarkan banyak hal baik dari mulut kami berkenaan dengan keberadaan janin yang dirasakan kehadirannya di dalam rahimnya namun dikatakan bahwa ia tidak hamil, ia mengalami kehamilan palsu yang istilah medisnya adalah Pseudosiesis.
Berat sebenarnya harus menyampaikan hal demikian, namun tugas kami adalah memberikan kebenaran bukan menggantung-gantungkan harapan kosong. Ia sudah lima bulan tidak haid, dan setelah ke dukun kampung katanya ia hamil. Karena si ibu sangat menginginkan kehamilan dan menunggu-nunggu bertahun-tahun tentu saja ia sangat bahagia. Apalagi ia mengalami hampir semua tanda-tanda kehamilan seperti yang pernah dialaminya saat mengandung anak pertamanya 12 tahun lalu. Bisa diperkirakan kebahagian yang tak terhingga menyelimutinya dan juga keluarganya selama beberapa bulan ini.
Selain telad haid ia mengalami mual, muntah, payudara membesar, dan perut membesar. Namun ketika diperiksa ternyata semua keluhannya tak mendukung bahwa ia sedang hamil. Hal ini disebabkan karena kondisi psikisnya yang sangat-sangat ingin hamil bisa memicu kelenjar di dalam otak untuk menghasilkan hormon kehamilan, yaitu hormon oxytocin dan prolaktin. Dengan aktivitas hormon tersebut maka akan mempengaruhi perubahan fisik si ibu seperti perut membuncit, dan payudara mengeras . Setiap perubahan kecil pada dirinya dianggap pula sebagai suatu tanda kehamilan. Gerakan usus dirasakan sebagai gerakan janin, lemak perut dirasakan sebagai pembesaran perut oleh janin dan sebagainya.
Setelah menjelaskan tentang pseudosiesis pada pasangan ini dengan hati-hati, sang ibu nampak lemas dan meragukan perkataan tersebut. Pastilah hal yang amat berat baginya yang datang dengan senyum lebar namun terpaksa mendengar kalimat bahwa ia hanya mengalami kehamilan palsu. Sungguh malang, setelah mulai menyiapkan perlengkapan bayi mengabari kabar sukacita itu pada tetangga, sanak saudara ternyata ia dikatakan tidak hamil. Suami hanya bisa lesu. Kami juga merasakan hal yang kurang lebih seperti itu, namun mau bagaimana lagi, tidak dijumpai janin dalam perut ibu melalui perabaan, tidak ada detak jantung janin yang terdengar sama sekali, tes kehamilan juga negatif.
Untuk meyakinkan keraguan sang ibu maka anjuran untuk USG pun dilayangkan. Dan benar saja dua hari sesudahnya, si ibu dihubungi dan ia mengaku bahwa hasil USG tidak memperlihatkan bahwa ada janin di dalam rahimnya, juga tidak ada kantong kehamilan apapun. Maka dukungan semangat kembali diberikan agar ia tetap kuat menerima kenyataan tersebut.
Untuk meyakinkan keraguan sang ibu maka anjuran untuk USG pun dilayangkan. Dan benar saja dua hari sesudahnya, si ibu dihubungi dan ia mengaku bahwa hasil USG tidak memperlihatkan bahwa ada janin di dalam rahimnya, juga tidak ada kantong kehamilan apapun. Maka dukungan semangat kembali diberikan agar ia tetap kuat menerima kenyataan tersebut.
sumber : http://thejhomss.blogspot.com/2011/10/tanda-tanda-kehamilan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar